Salah satu pemanfaat teknologi geospasial untuk memberikan Informasi terbit terbenam matahari. (sumber gambar : BMKG_Pasuruan)
Kilasbisnis.com, Surabaya – Kemajuan teknologi saat ini telah membawa dampak positif bagi masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam upaya mewujudkan kehidupan yang lebih baik dan aman dari ancaman bencana. Salah satu teknologi yang telah terbukti sangat bermanfaat dalam mendukung pemerintah dalam mengambil kebijakan mitigasi bencana adalah teknologi geospasial.
Informasi geospasial merupakan data dan informasi yang terkait dengan lokasi geografis suatu wilayah. Dalam konteks mitigasi bencana, informasi geospasial menjadi sangat penting karena dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang potensi bencana yang ada di suatu wilayah, serta membantu pemerintah dalam mengambil keputusan yang tepat dalam mengalokasikan sumber daya dan menyusun rencana mitigasi yang efektif.
Salah satu lembaga yang aktif memanfaatkan teknologi informasi geospasial dalam upaya mitigasi bencana adalah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). BMKG telah menggunakan teknologi geospasial untuk memantau berbagai fenomena alam, seperti kegempaan, kelistrikan udara, dan tanda waktu. Dengan menggunakan teknologi geospasial, BMKG dapat mengumpulkan data yang akurat dan terkini mengenai fenomena alam tersebut.
Kepala Stasiun Geofisika BMKG Pasuruan, Rully Hermawan mengatakan pemanfaatan teknologi geospasial oleh BMKG melibatkan penggunaan pengindraan jarak jauh dan sistem informasi geografis.

“Melalui pengindraan jarak jauh, BMKG dapat mengumpulkan data dari berbagai wilayah dengan cepat dan efisien. Data tersebut kemudian disimpan dan dianalisis menggunakan sistem informasi geografis, yang memungkinkan pemerintah untuk memvisualisasikan data secara lebih jelas dan membuat keputusan yang berdasarkan fakta,” terang Rully.
Selain itu, teknologi geospasial juga memanfaatkan Global Positioning System (GPS) untuk sistem waktu dan pemodelan serta analisis. Dengan menggunakan GPS, BMKG dapat melakukan pemetaan yang akurat mengenai pergerakan bumi dan memprediksi potensi bencana yang dapat terjadi. Pola trend yang berhubungan dengan geospasial juga dapat diidentifikasi melalui analisis data yang dikumpulkan.
Rully menerangkan untuk proses pengumpulan data geospasial dilakukan secara terus-menerus dan rutin oleh BMKG. Lebih dari 50 sensor digunakan untuk melakukan monitoring setiap hari, sehingga potensi kegempaan dan fenomena alam lainnya dapat terdeteksi dengan cepat. Data yang dikumpulkan melalui monitoring ini menjadi dasar bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan mitigasi bencana yang efektif.
Dalam upaya mitigasi bencana, informasi geospasial juga dapat digunakan untuk mengenali potensi bencana di suatu wilayah, memetakan area rawan bencana, serta merencanakan evakuasi dan penanganan bencana. Sehingga pemerintah dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk melindungi masyarakat dan mengurangi dampak dari bencana yang terjadi.
“Teknologi geospasial untuk mengamati berbagai fenomena alam, termasuk gempa bumi, kelistrikan udara, dan tanda waktu. Melalui teknologi pengindraan jarak jauh dengan server di Jakarta dan peralatan yang tersebar dari Aceh hingga Jaya Pura, BMKG dapat mengumpulkan data yang akurat dan terkini mengenai fenomena alam tersebut,” kata Rully.
Hal ini sejalan dengan pandangan Esri Indonesia, perusahaan software geospatial terkemuka, yang melihat pentingnya teknologi geospasial dalam memberikan analisis komprehensif untuk pengambilan keputusan.
Esri Indonesia, yang didirikan pada tahun 1969 di California oleh Jack Dangermond, telah menjadi pemimpin dalam teknologi geospasial. Perusahaan ini menyediakan perangkat lunak geospasial yang siap digunakan dan dapat dikonfigurasi untuk berbagai industri. Dengan produk unggulannya, ArcGIS, Esri Indonesia mampu mengintegrasikan pemetaan dengan teknologi emerging seperti data science, machine learning, IoT, big data, dan real-time.
Senior Manager Solution & Technology Platform Esri Indonesia, Khairul Amri, menjelaskan bahwa teknologi geospasial sangat penting dalam menghadapi perubahan iklim. Dengan menganalisis data historis, kita dapat melihat tren perubahan iklim dan memprediksi kemungkinan dampak yang akan terjadi. Hal ini memungkinkan kita untuk mengambil langkah-langkah antisipatif yang lebih efektif.
Selain itu, Esri Indonesia juga melihat peran teknologi geospasial dalam menghadapi bencana alam.
“Dalam hal ini, Esri Indonesia membaginya menjadi tiga tahap, yaitu persiapan, kejadian, dan pasca bencana. Tahap persiapan melibatkan penyiapan data sebelum terjadinya bencana, seperti pemetaan potensi banjir, longsor, dan sebaran penduduk yang akan terdampak. Tahap kejadian melibatkan penentuan daerah terdampak dan pengerahan personel ke lokasi yang tepat. Sedangkan tahap pasca bencana melibatkan analisis daerah terdampak untuk penyaluran bantuan yang efektif dan pemulihan pasca bencana,” terang Amri.
Dengan pemanfaatan teknologi geospasial oleh BMKG, diharapkan upaya pengamatan dan penanganan bencana alam dapat menjadi lebih efektif. Selain itu, teknologi geospasial juga memungkinkan simulasi berbagai skenario untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Dengan demikian, BMKG dapat berperan aktif dalam menghadapi perubahan iklim dan bencana alam guna melindungi masyarakat dan lingkungan. (Nik)