Kilasbisnis.com, Surabaya - Bank Indonesia (BI) menyatakan belum akan meluncurkan sistem identitas transaksi digital Payment ID pada 17 Agustus 2025, meski sebelumnya sempat beredar kabar peluncuran akan dilakukan bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Sistem ini masih dalam tahap uji coba dan evaluasi mendalam untuk memastikan kesiapan teknis dan regulasi sebelum diterapkan secara luas.
Payment ID merupakan bagian dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030 yang dirancang untuk mengidentifikasi dan melacak seluruh transaksi keuangan warga negara secara terpusat melalui satu nomor identitas yang terhubung dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Sistem ini mencakup transaksi di rekening bank, dompet digital, pinjaman online, hingga pembayaran pajak.
Dalam BSPI BI menjelaskan, ini akan menjadi sistem yang bisa memantau pergerakan uang secara utuh dan real-time. Namun, implementasi penuh Payment ID baru direncanakan pada 2029.
BI menegaskan bahwa Payment ID bukanlah alat untuk memantau transaksi individu secara langsung. Penggunaan data pribadi dalam sistem ini harus berdasarkan persetujuan pemilik data (by consent) dan sesuai dengan regulasi yang berlaku, seperti Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, Peraturan Bank Indonesia, dan Peraturan Dewan Gubernur yang saat ini masih dalam proses penyelesaian.
Pengawasan yang dilakukan bersifat agregat dan sistemik, bukan personal, sehingga data biometrik dan transaksi tetap dilindungi ketat.
Meski menjanjikan kemudahan, sejumlah tantangan mengiringi implementasi inovasi ini.
Koordinator Program Studi Bisnis Digital FEB UNESA, Hujjatullah Fazlurrahman, menyoroti kesenjangan digital dan kepemilikan perangkat sebagai hambatan utama.
“Tidak semua orang menggunakan ponsel Android yang canggih. Kita pakai QRIS, tapi tidak semua orang menggunakannya. Tidak semua UMKM, meskipun sudah tahu, benar-benar memakai QRIS. Jadi, kesenjangan digital ini memang tidak bisa dipungkiri,” ujarnya.
Hujjatullah menambahkan, kesiapan infrastruktur, kecanggihan kecerdasan buatan (AI), serta keamanan data biometrik menjadi faktor penting.
Ia menilai regulasi dan pengujian teknologi informasi yang ketat sangat dibutuhkan agar sistem ini menjadi pelengkap, bukan pengganti utama, sehingga pembayaran QRIS tetap kuat dengan dukungan Face ID.
Selain itu, edukasi kepada masyarakat juga krusial mengingat pengalaman program e-money selama lebih dari lima tahun menunjukkan edukasi menjadi kunci adopsi teknologi baru.
Dengan regulasi ketat dan edukasi masif, BI berharap Payment ID dan Face ID dapat menjadi fondasi kuat dalam mewujudkan sistem pembayaran digital yang aman, inklusif, dan efisien di Indonesia.
Meski peluncuran Payment ID belum dapat dilakukan pada 2025, langkah ini menandai komitmen BI dalam transformasi digital sistem pembayaran nasional yang berkelanjutan.
Editor : Redaksi
