Kilasbisnis.com, Surabaya - Faiq tidak pernah membayangkan. Daun agel yang dulu hanya dianggap sampah di kampungnya, kini bisa jadi barang pameran. Bahkan harganya bisa tembus Rp1 juta.
“Semuanya dimulai dari nol,” kata Faiq, pelaku UMKM olahan daun agel di Madura.
Ia bercerita. Dulu, ia dan teman-temannya hanya tahu menganyam seadanya. Tidak ada catatan keuangan. Tidak ada pembukuan. Apalagi Instagram.
Lalu datanglah program pembinaan. Mereka dilatih. Mulai dari cara mencatat arus kas, memberi merek produk, sampai masuk ke dunia digital marketing.
“Awalnya kami bahkan tidak tahu cara bikin akun Instagram. Sekarang, kami sudah bisa jualan di e-commerce,” ujar Faiq.
Program itu tidak sembarangan. Peserta dipilih. Harus berkelompok. Harus ada kebersamaan. Dari situlah terbentuk kelompok usaha. Ada ketua. Ada sekretaris. Ada bendahara.
“Setiap transaksi harus tercatat. Itu sudah jadi kebiasaan baru setelah kami dilatih,” tambahnya.
Tidak berhenti di situ. Mereka juga diberi akses pembiayaan. Bahkan difasilitasi ikut pameran. Dua kali sudah mereka ikut. Tahun lalu dan tahun ini.
Bagi sebagian besar ibu-ibu, pengalaman itu luar biasa. Banyak yang baru pertama kali masuk hotel. Baru pertama kali ikut pelatihan onboarding.
Pesertanya pun beragam. Ada yang lulusan SD. Ada yang SMA.
Kini, di Jawa Timur ada empat kelompok UMKM binaan serupa. Tiga di Madura: daun agel, eco print, dan konveksi. Satu lagi di Surabaya, Lakarsantri: catering kue.
Produk dari daun agel paling menarik perhatian. Harganya bervariasi. Dari Rp50 ribu sampai Rp1 juta. Tergantung jenis dan kualitas.
Bank Indonesia menyebut usaha seperti yang dijalankan Faiq ini dulunya masuk kategori UMKM subsisten. Usaha kecil yang hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tapi kini berbeda. Mereka sudah naik kelas. Tidak lagi sekadar bertahan hidup. Mereka sudah belajar mencatat. Belajar memasarkan. Belajar percaya diri.
“Yang dulu tidak pernah terbayang, sekarang jadi kenyataan. Kami bisa ikut pameran. Bisa jualan online. Bisa punya produk yang dihargai tinggi,” kata Faiq dengan mata berbinar.
Dari nol. Dari daun yang dianggap tak berguna. Kini jadi karya bernilai. (Nik)
Editor : Sekar Arum Catur