Advisor Bank Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Jawa Timur, Muslimin Anwar (Sumber gambar: Istimewa)
Kilasbisnis.com, Surabaya — Di tengah situasi ketidakpastian ekonomi yang semakin meningkat, pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat penting untuk menyelamatkan perekonomian. Data saat ini menunjukkan adanya sekitar 64,5 juta UMKM di seluruh Indonesia, dengan 9,78 juta di antaranya berada di Jawa Timur. Setiap tahun, sektor ini memberikan kontribusi besar dalam pertumbuhan ekonomi dan pengurangan jumlah pengangguran di Indonesia. Dengan jumlah UMKM yang sangat banyak dan daya serap tenaga kerja yang besar, potensi basis ekonomi nasional Indonesia sangat kuat.
Namun, pengembangan UMKM masih menghadapi sejumlah tantangan seperti akses pembiayaan, korporatisasi, dan kapasitas. Advisor Bank Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Jawa Timur, Muslimin Anwar dalam Focuss Group Discussion yang diselenggarakan PWI Jatim dengan dukungan Bank BNI Wilayah 06 Surabaya pada Selasa (12/9/2023), mengatakan kontribusi UMKM di Indonesia mencapai Rp 7.034 Triliun atau sekitar 60,5 persen terhadap PDB. Sementara itu, di Jawa Timur, kontribusinya mencapai Rp1.034,31 Triliun atau sekitar 58,4 persen. Dari segi penyerapan tenaga kerja, UMKM menyerap sekitar 119,56 juta tenaga kerja secara nasional, dengan 13,80 juta tenaga kerja di Jawa Timur.
"Pengembangan UMKM masih menghadapi tantangan seperti akses pembiayaan, korporatisasi, dan kapasitas," ujar Muslimin.
Tantangan lain yang dihadapi oleh produk UMKM dalam hal ekspor termasuk belum optimalnya pemenuhan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produk, belum memerhatikan syarat sertifikasi produk negara tujuan, keterbatasan kemampuan bahasa asing, keterbatasan SDM, keterbatasan pemahaman UMKM mengenai market intelligence, serta ketidaksesuaian brand image dengan tren konsumen di pasar ekspor. Di era digitalisasi seperti sekarang, baru sekitar 25,5 persen UMKM yang memanfaatkan marketplace, sedangkan 77,7 persen UMKM mengalami kendala dalam pemasaran online, antara lain karena kurangnya pengetahuan, SDM, dan infrastruktur yang terbatas.
"Oleh karena itu, Bank Indonesia mendorong perbankan untuk mendukung penguatan UMKM melalui berbagai regulasi," ujarnya.
Dalam hal makroprudensial, Bank Indonesia mewajibkan perbankan untuk menyalurkan kredit kepada UMKM. Jika sebelumnya pangsa pasar kredit UMKM minimal 20 persen, mulai Juni 2023 akan ditingkatkan menjadi 25 persen, dan akan kembali ditingkatkan menjadi 30 persen mulai Juni 2024 Selain itu, Bank Indonesia juga mendorong digitalisasi UMKM melalui e-farming dan onboarding melalui e-commerce.
"Dalam mendukung pembiayaan, BI meluncurkan aplikasi digital bernama Siapik untuk UMKM guna menyusun laporan keuangan sebagai referensi bagi bank dalam menganalisis kelayakan pembiayaan. Selain itu, terdapat juga QRIS UMKM," jelasnya.
Ketua PWI Jatim, Lutfil Hakim, Dalam Focuss Group Discussion yang diselenggarakan PWI Jatim Selasa (12/9/2023)
Ketua PWI Jatim, Lutfil Hakim, dalam kesempatan ini mengatakan bahwa sampai saat ini sektor UMKM masih mengalami ketimpangan perhatian dari pemangku kebijakan, terutama dalam porsi kredit dibandingkan dengan korporasi besar. Di antara negara-negara tetangga, penyaluran kredit UMKM di Indonesia masih sangat rendah, sekitar 20-21 persen dari total pembiayaan perbankan. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara seperti Singapura dengan 39 persen, Thailand dengan 50 persen, Malaysia dengan 51 persen, Jepang dengan 66 persen, Korea Selatan dengan 81 persen, dan Australia dengan 29 persen. Ia berharap pihak terkait dapat meniru Korea Selatan dalam membesarkan industri kecil dan kreatif di negara ini.
"Korea Selatan berhasil menjadikan industri kecil menengah dan industri kreatif sebagai tulang punggung perekonomian negaranya. Beberapa strategi yang mereka jalankan antara lain Smart SME's, K brand, Inclusive companies program, dan global collaboration. Keempat strategi tersebut membuat UMKM Korea menjadi lebih kuat," pungkasnya. (Nik)
Editor : Ardhia Putri