BI Rate Naik 25 Bps, IHSG Terjun Bebas Dampak Regional dan Suku Bunga Tinggi

kilasbisnis.com
Sumber gambar : mncsekuritas

Penulis : Ronald Marco, Praktisi Pasar Modal


Kilasbisnis.com, Surabaya - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) perdagangan saham Kamis ini ditutup melemah sebesar 81,479 poin atau 1,176% di level 6.846,427. Sebanyak 189 saham mengalami kenaikan harga, sedangkan 525 saham mengalami penurunan harga. Ada juga 271 saham yang tidak mengalami perubahan harga, dengan nilai transaksi sebesar Rp11,2 triliun. Saham-saham yang paling aktif diperdagangkan antara lain MARI sebanyak 92.130 kali senilai Rp446,6 miliar, GTRA sebanyak 51.207 kali senilai Rp18,6 miliar, dan BREN sebanyak 46.517 kali senilai Rp602,6 miliar. Hampir semua sektor konstituen IHSG mengalami pelemahan, dengan tiga sektor yang paling terdampak yaitu sektor transportasi yang turun 3,04%, sektor finansial perbankan yang turun 2,29% seiring dengan rilis laporan keuangan BBCA (Bank Central Asia Tbk) yang menunjukkan penurunan secara kuartal, dan kinerja emiten BTPS (Bank BTPN Syariah Tbk) yang juga terkoreksi secara kuartal dan year-on-year (yoy), serta sektor industri dasar yang melemah 1,98%.

Saham big caps perbankan juga turut menyumbang penurunan tajam IHSG, antara lain BMRI (-2,14%), BBNI (-3,61%), BBRI (-2,91%). Dua sektor yang masih bertahan di zona hijau adalah sektor infrastruktur dasar dan sektor kesehatan. Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Oktober 2023 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 6,00%. Dalam siaran pers BI (19/10) disebutkan bahwa suku bunga Deposit Facility naik 25 bps menjadi 5,25%, dan suku bunga Lending Facility naik 25 bps menjadi 6,75%. Kenaikan ini dilakukan untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak meningkatnya ketidakpastian global, serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor (imported inflation), sehingga inflasi tetap terkendali. Sementara itu, kebijakan makroprudensial yang longgar diperkuat dengan efektivitas implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) untuk mendorong kredit/pembiayaan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk suku bunga The Fed Federal Funds Rate (FFR), akan tetap tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama atau higher for longer. Menurutnya, kenaikan suku bunga global ini akan diikuti dengan kenaikan yield obligasi pemerintah negara maju pada tenor jangka panjang, khususnya AS (US Treasury). Hal ini disebabkan oleh peningkatan kebutuhan pembiayaan utang pemerintah dan kenaikan premi risiko jangka panjang (term-premia).

“Tempo hari FFR menaikkan yield [US Treasury] jangka pendek, belum jangka panjang. Sekarang suku bunga jangka panjang mulai bergerak naik. Kenapa demikian? Karena kebutuhan pembiayaan utang negara-negara maju,” terang Perry dalam konferensi pers RDG BI, Kamis (19/10/2023).

Respon investor dan pelaku pasar saham terhadap kenaikan suku bunga BI tampaknya menjadi katalis negatif dan diluar dugaan BI mengerek suku bunga acuan yang tampaknya berusaha untuk menahan pelemahan mata uang Rupiah terhadap dolar AS yang terus meroket, dampak dari potensi kenaikan suku bunga AS yang tetap akan bertahan di level tinggi hingga tahun depan. Koreksi saham di pasar global Rabu malam juga turut menyumbang tekanan pada pasar modal Indonesia, dengan penurunan Wall Street dan bursa Eropa yang merespon situasi global yang semakin suram, dampak dari tingginya tensi di Timur Tengah berkaitan dengan perang antara Israel dan Palestina, serta perkembangan perang di Ukraina yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.

Sementara di dalam negeri, sentimen positif datang dari lancarnya kontestasi politik di Indonesia, di mana dua calon Pilpres telah mendaftar di KPU. Namun, tampaknya hal ini tidak berdampak signifikan untuk mengerek IHSG. Investor dan pelaku pasar tampaknya lebih memperhatikan situasi ekonomi global dan menantikan rilis kinerja emiten di kuartal tiga tahun ini, dengan dua emiten perbankan yang sudah merilis laporan keuangan (LK) kuartal tiga dengan hasil yang mengecewakan, tampaknya menjadi pemicu aksi jual dan profit taking di bursa.

Secara Teknis, IHSG untuk kesekian kalinya menguji level support 6850 dan sangat berpeluang untuk kembali turun menguji level support 6798 bila tidak ada katalis positif yang mampu mengangkat minat pelaku pasar. Patut diwaspadai emiten sektor properti di bursa yang sangat berdampak pada kenaikan suku bunga BI, dan juga sektor perbankan yang merespon kinerja BBCA yang melemah di kuartal tiga, dapat mempengaruhi emiten-emiten perbankan lainnya. Sektor yang masih berpotensi menguat kami perkirakan adalah sektor energi yang terimbas kembali naiknya harga minyak dunia terkait krisis di Timur Tengah. (adm)

Editor : Redaksi

Ekonomi
Berita Populer
Berita Terbaru