Ranah Wangi di Tengah Regulasi : Dinamika Industri Gaharu

Reporter : Ardhia Putri

(Sumber Foto: Agarwoodindonesia |The Oud Oil Artist™ )


Kilasbisnis.com, Surabaya – Kayu gaharu, sebuah komoditas bernilai tinggi yang telah menjadi bagian dari perdagangan sejak zaman kuno, kini semakin mendapatkan perhatian. Gaharu, juga dikenal sebagai agarwood, menawarkan aroma khas yang memikat bagi industri parfum. Dengan keunikan yang dimilikinya, gaharu memiliki potensi besar untuk mengukuhkan posisi Indonesia dalam industri parfum global.

Pada setiap seratnya terkunci aroma eksotis, menjadikannya primadona di industri parfum, farmasi, hingga perawatan kecantikan. Yang menarik, sumber aroma memikat ini dihasilkan dari proses infeksi jamur pada pohon gaharu.  Ini menyebabkan terbentuknya getah wangi yang membuat kayu ini menjadi berharga.

Namun, di balik keharumannya, kayu gaharu menyimpan pesan mendesak: perbaikan regulasi ekspor di Indonesia. Penyuling gaharu menaruh harap pada reformasi regulasi, demi terwujudnya optimalisasi sektor ini, mengukir nama Indonesia sebagai pemain dominan dalam ekspor gaharu. Menilik masa lampau, kayu gaharu mengukir sejarahnya sebagai komoditas elit Kerajaan Sriwijaya, berkuasa dalam lintas perdagangan antar Tiongkok dan India sejak abad ke-7 hingga ke-12. Bersama dengan cengkeh, pala, dan emas, kayu ini menavigasi lintas negeri, bertukar tangan dari satu kerajaan ke kerajaan lain.

Salah satu produk Agarwoodindonesia |The Oud Oil Artist™

Seperti yang  dicatat oleh Laudetta Dianne F dalam artikelnya di agro.kemenperin.go.id, ketenaran kayu gaharu telah menyebar di wilayah tropis dan subtropis. Sebagai kayu agar atau oud, getah harumnya bukan sekadar perihal keharuman; ia juga simbol kemewahan.  Nilainya, yang mengikat kualitas dan masa, menjadikan kayu ini harta yang teramat dihargai. Tumbuh dari genus Aquilaria, pohon ini menghela nutrisi dari tanah yang subur demi menyempurnakan pertumbuhannya.

Tiap kayu gaharu, menghasilkan bobot dan tekstur yang berbeda. Berserat, berwarna, dan tahan cuaca, aroma gaharu mengundang decak kagum. Berkat jamur Fusarium, Pythium, Trichoderma, dan Popullaria, ada 16 spesies gaharu yang dapat menghasilkan resin hitam beraroma langka.

Potensi ekonomi gaharu tidak dapat dianggap remeh. Akar sejarahnya yang dalam, menegaskan bahwa kayu ini tak semata benda, melainkan warisan yang wajib dilestarikan dan dimaksimalkan. Bagi penyuling, ini adalah panggilan untuk kemakmuran yang siap untuk mendunia, kini menunggu sentuhan regulasi yang mendukung.

Peluang emas dalam industri destilasi gaharu di Indonesia telah menarik perhatian pelaku usaha, termasuk di antaranya adalah Agarwoodindonesia |The Oud Oil Artist™ yang beroperasi di Jl. Sorowajan, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sebagai praktisi penyuling gaharu sejak tahun 2010, Muhammad Taftazani, pemilik Agarwoodindonesia, menyatakan bahwa Indonesia memiliki beragam jenis gaharu yang unik serta habitatnya yang khas, yang menghasilkan aroma yang bervariasi. Taftazani menjelaskan bahwa setiap spesies gaharu dan wilayahnya memiliki aroma yang berbeda.

Muhammad Taftazani, pemilik Agarwoodindonesia |The Oud Oil Artist™

"Indonesia adalah tempat dengan keragaman pohon gaharu yang luar biasa. Lebih dari 33 spesies gaharu, 16 di antaranya dapat ditemukan di Indonesia," ungkapnya.

Menurut Taftazani, potensi gaharu di Indonesia sangat besar, namun peningkatan ekspor gaharu masih terkendala oleh regulasi yang belum optimal. Kendala terkait dokumen ekspor gaharu di Indonesia mencakup prosedur penerbitan izin ekspor yang rumit, persyaratan dokumen yang berbelit, serta keharusan adanya persetujuan dari berbagai instansi terkait.  Selain itu, seringkali terdapat perubahan kebijakan yang mempengaruhi proses ekspor, yang menyulitkan para eksportir.

Akibatnya, ketidakpastian dalam prosedur ekspor gaharu dapat menimbulkan peningkatan biaya produksi dan ekspor, serta memperlambat laju pertumbuhan industri gaharu di Indonesia.

Taftazani mengatakan, kendala-kendala tersebut juga dapat membatasi akses pasar internasional dan merugikan para pelaku usaha dalam upaya memperluas jangkauan ekspor produk gaharu.

"Industri gaharu tidak akan mencapai potensinya sepenuhnya tanpa adanya kerangka hukum yang jelas bagi pelaku usaha, baik mereka yang bergerak dalam pengolahan maupun pembudidayaan, serta dalam hal perlindungan sumber daya dengan didukung oleh kebijakan yang kuat," jelas Taftazani dalam wawancaranya dengan Kilasbisnis.com.

Keadaan pasar dalam negeri bagi gaharu masih belum menunjukkan dorongan yang signifikan. Permintaan di dalam negeri untuk gaharu masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan pasar internasional. Beberapa faktor seperti harga yang tinggi dan keterbatasan pemahaman tentang manfaat serta penggunaan gaharu di dalam masyarakat Indonesia juga menjadi hal-hal yang mempengaruhi. Oleh karena itu, untuk saat ini, pasar internasional masih menjadi fokus utama dalam pemasaran produk gaharu.

Di Pasar internasional, harga gaharu dapat mencapai ribuan hingga puluhan ribu dolar amerika per kilogramnya, tergantung pada kualitas resin yang dihasilkan. Pada produk Taftazani, harga oud oilnya bervariatif, tergantung pada hasil dan kualitas yang dihasilkan dari proses penyulingannya. Taftazani berharap adanya perbaikan dalam aturan ekspor gaharu agar industri penyulingan di Indonesia dapat bersaing secara global, serta menjadikan Indonesia sebagai salah satu eksportir gaharu terkemuka di dunia. Karena itu, ia berharap dengan terobosan yang tepat, industri gaharu di Indonesia dapat berkembang pesat, memberikan kontribusi signifikan dalam perekonomian, dan pada saat yang sama merawat kelestarian sumber daya alam yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kekayaan alam Indonesia. (Nik)

Editor : Ardhia Putri

Ekonomi
Berita Populer
Berita Terbaru