Kilasbisnis.com, Surabaya – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2023 tentang Pajak Penghasilan atau Pajak Pertambahan Nilai atas Penjualan atau Penyerahan Emas Perhiasan, Emas Batangan, dan Jasa yang Terkait dengan Emas Perhiasan. PMK yang efektif mulai 1 Mei 2023 tersebut mengatur tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan/atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas emas dari hulu sampai hilir.
"Terbitnya PMK Nomor 48 Tahun 2023 merupakan pembenahan ketentuan perpajakan sektor emas dan perhiasan dari hulu sampai dengan hilir dan mulai efektif berlaku sejak 1 Mei 2023," tutur Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur I, Sigit Danang Joyo.
Dia menjelaskan, semangat dari PMK No. 48/2023 ini adalah untuk membangun ekosistem sektor emas dari hulu ke hilir secara terintegrasi dan holistik, sebab selama ini terdapat kesulitan bagi kantor pajak maupun pengusaha terkait pemungutan pajak emas dan perhiasan.
"Di industri emas ini terdapat sisi pertambangan, pengolahan, pembuatan perhiasan, distribusi sampai ke toko," tambahnya.
Sosialisasi ini dilakukan oleh Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur I, II, dan III mengingat Provinsi Jawa Timur (Jatim) merupakan salah satu daerah yang berkontribusi signifikan di sektor emas mulai dari industri pengolahannya hingga perdagangan di toko perhiasan.
"Kontribusi emas terhadap pendapatan pajak di Jatim sejauh ini cukup signifikan mengingat di Jatim terdapat sejumlah industri pengolahan emas yang cukup besar, termasuk menjadi sentra perdagangan emas. Biasanya kalau ada penambangan di beberapa pulau, hasilnya lari ke Jatim, lalu diolah di Jatim dan kemudian diekspor berbentuk perhiasan," ujar Sigit Danang Joyo.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, emas perhiasan merupakan primadona utama ekspor non-migas Jatim. Bulan Mei 2023, golongan Perhiasan/permata (HS 71) menjadi komoditas ekspor nonmigas utama Jawa Timur dengan nilai transaksi sebesar USD 268,62 juta dan berkontribusi sebesar 14,98 persen pada total ekspor nonmigas Jatim.
Aturan perpajakan emas yang baru ini merupakan aturan turunan dari UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang bisa memberikan kepastian hukum bagi para pelaku bisnis/pedagang emas dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
"Aturan ini tujuannya memberikan kepastian hukum, keadilan, kemudahan, dan kesederhanaan dalam pemungutan atau pemotongan PPh dan/atau pemungutan PPN atas penjualan/penyerahan emas dan perhiasan," jelas Kepala Kanwil DJP Jawa Timur I saat konferensi pers di Surabaya pada Rabu (16/8/2023).
Aturan ini mencakup kegiatan perdagangan yang terkait emas dan perhiasan, yaitu emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, serta jasa yang terkait dengan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan, pedagang emas perhiasan, dan/atau pengusaha emas batangan.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Kanwil DJP Jawa Timur I, Sigit Danang Joyo sangat mengapresiasi pengusaha, produsen, maupun pedagang emas yang antusias untuk mengetahui tentang PMK 48/2023.
"Kami berharap sosialisasi ini dapat memberi pemahaman yang lebih baik tentang aturan perpajakan emas yang baru, dan membantu pengusaha, produsen, maupun pedagang emas dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka," ungkap Sigit.
Langkah Kanwil DJP Jatim I, II, dan III ini memperoleh dukungan penuh dari asosiasi produsen dan pengusaha emas.
"Asosiasi Produsen Perhiasan Indonesia (APPI) sangat mendukung pelaksanaan PMK Nomor 48 Tahun 2023 dan siap bekerja sama dalam mensukseskan implementasi di lapangan demi menciptakan ekosistem industri perhiasan emas yang taat pajak dan berkontribusi bagi penerimaan negara," tutur Ketua APPI, Eddy Susanto Yahya.
Tak hanya APPI, Ketua Asosiasi Pengusaha Emas Perhiasan Indonesia (APEPI) Jatim, Liana Kurniawan juga menyabut baik PMK 48 ini. Selama ini, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terkena pajak sebesar 2,2 persen. Namun, tak semua UMKM juga tertib pajak. Lina menjelaskan, dengan diberlakukannya PMK Nomor 48, UMKM kini hanya dikenai pajak sebesar 1,1 persen. Dengan berkurangnya pajak emas bagi pedagang dan UMKM, diharapkan mereka semakin tertib pajak.
"Kami berkomitmen mendukung upaya Pemerintah dalam menciptakan iklim usaha yang sehat melalui tertib administrasi perpajakan dan transparansi alur tata niaga perdagangan dengan penerbitan faktur pajak yang benar. Harapan kami dapat direalisasikan secara merata. Juga bisa terbangun komunikasi yang baik sehingga terwujud kolaborasi dan sinergi yang baik antara pemangku kepentingan," tutur Liana Kurniawan, Ketua Asosiasi Pengusaha Emas Perhiasan Indonesia (APEPI) Jatim. (Nik)
Editor : Ardhia Putri