Kilasbisnis.com, Surabaya - Pagi itu, Gelanggang Remaja Surabaya penuh dengan wajah-wajah sumringah. Bukan karena ada konser atau pertandingan, tapi karena ribuan anak SMA dan SMK dari keluarga miskin menerima perlengkapan sekolah baru. Seragam putih abu-abu, seragam pramuka, sepatu, kaos kaki, dan—yang tak kalah penting—uang pendidikan bulanan Rp200.000. Jumlah penerimanya 6.144 siswa.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, turun langsung ke lapangan. Ia ditemani istrinya, Rini Indriyani, dan Kepala Bapemkesra, Arief Boediarto. Mereka melihat sendiri bagaimana anak-anak itu menerima seragam baru. Eri tahu betul, banyak anak dari keluarga kurang mampu yang masih mengenakan seragam SMP karena belum bisa beli seragam SMA. “Alhamdulillah, hari ini mereka dapat satu set lengkap. Tak perlu lagi minder di sekolah,” kata Eri.
Tapi Eri belum puas. Ia ingin anak-anak itu juga punya seragam batik, yang biasanya dipakai setiap Jumat. “Motif batik tiap sekolah beda-beda. Jadi kami data dulu, lalu bayarkan langsung ke sekolah. Semua anak harus punya,” ujarnya.
Eri tak lupa berterima kasih pada warga Surabaya. Ia bilang, bantuan ini bisa terlaksana karena gotong royong. Ada program orang tua asuh, ada dermawan, ada masyarakat yang rela menyisihkan rezeki. “Di Surabaya, semangat membantu ini melampaui sekat agama. Semua bersatu,” katanya. Dengan gotong royong, anggaran pemkot yang tadinya bisa habis ratusan miliar, kini lebih ringan. Sisanya bisa dipakai untuk kebutuhan lain.
Bagi Eri, melihat anak-anak itu tersenyum saat menerima seragam adalah kebahagiaan tersendiri. Ia ingin semangat gotong royong terus tumbuh, apalagi dengan adanya Satgas Kampung Pancasila. “Kesejahteraan di tiap wilayah harus naik. Bantuan ini bukan cuma dari pemkot, tapi juga dari para dermawan dan orang tua asuh. Setiap siswa wajib melaporkan aktivitas belajar dan nilai mereka setiap bulan. Ini bentuk transparansi ke para orang tua asuh,” jelasnya.
Eri juga punya mimpi: semua lulusan SMP di Surabaya harus lanjut ke SMA. Ia instruksikan Satgas Kampung Pancasila untuk menyisir lulusan SMP yang belum lanjut sekolah. “Kami data, kami cari, kalau perlu kami antar ke sekolah atau pondok pesantren,” tegasnya.
Program pembagian seragam untuk SMP juga sudah berjalan. Lokasi pembagiannya diatur per kecamatan, supaya lebih mudah. Targetnya, semua selesai akhir bulan ini.
Kepala Bapemkesra, Arief Boediarto, menambahkan: 6.144 siswa SMA/SMK dan MA sederajat sudah lolos Beasiswa Pemuda Tangguh. Setelah lolos, mereka wajib daftar ulang dan dapat akses login ke situs pemkot. Mereka juga harus rutin melaporkan aktivitas sekolah. “Supaya bantuan tetap tepat sasaran,” kata Arief.
Setelah itu, siswa akan diarahkan membuka rekening di Bank Jatim untuk menerima bantuan bulanan. Beasiswa ini untuk siswa SMA, MA, atau pondok setara SMA, dengan prioritas keluarga miskin dan pra sejahtera. “Beasiswa diberikan sampai lulus, maksimal tiga tahun. Sebagian besar penerima adalah siswa kelas 1, lulusan SMP atau Madrasah yang baru naik ke MA,” ujar Arief.
Antusiasme pendaftar tinggi—12.000 orang. Tapi yang lolos 6.144. “Kami tidak membedakan negeri atau swasta. Yang penting KTP Surabaya dan keluarga miskin. Yang tidak lolos umumnya karena keluarga sudah sejahtera,” tambahnya.
Verifikasi data dilakukan bersama Dinas Sosial, menggunakan data keluarga miskin. Anggaran yang disiapkan pemkot sekitar Rp60 miliar per tahun, untuk 21.000 siswa dari kelas 1 sampai 3, termasuk angkatan baru. “Kami berharap jumlah penerima beasiswa terus menurun. Artinya, makin sedikit keluarga miskin di Surabaya. Tahun lalu 7.000, tahun ini 6.000,” kata Arief.
Pemkot juga bekerja sama dengan UMKM lokal untuk pengadaan sepatu dan seragam.
Salah satu penerima, Muhammad Dimas Kurniawan, siswa kelas X SMKN 2 Surabaya, mengaku sangat terbantu. “Senang dan bersyukur, bisa meringankan beban orang tua. Terima kasih untuk Bapak Wali,” katanya.
Begitulah Surabaya. Kota yang tak pernah lelah bergotong royong. Kota yang percaya, masa depan anak-anaknya harus lebih baik dari hari ini.
Editor : Ardhia Putri