Kilasbisnis.com, Surabaya - Peranan Central Bank Digital Currency (CBDC) dan pentingnya mempertimbangkan peran uang tunai dalam sistem pembayaran. Dalam era teknologi yang semakin maju, penggunaan uang tunai mengalami penurunan, tetapi uang tunai tetap memiliki peran penting dalam menjaga kestabilan keuangan dan keberlanjutan bisnis sehari-hari. Selain itu, pandemi Covid-19 juga meningkatkan kekhawatiran akan kemungkinan penularan penyakit melalui uang tunai. Guru Besar Unair Rahma Gafmi menyoroti bahwa CBDC tidak boleh menggantikan peranan sektor swasta dan tidak boleh mengganggu keuangan perbankan. Dalam merancang sistem pembayaran CBDC, penting untuk mempertimbangkan aspek operasional dan efektivitasnya serta menjaga keseimbangan antara CBDC dan sektor swasta.
Dalam tulisan ini, juga mengulas tentang desain Central Bank Digital Currency (CBDC) dan pentingnya mempertimbangkan peran uang tunai dalam sistem pembayaran. Disebutkan bahwa penggunaan uang tunai secara bertahap berkurang karena kemajuan teknologi, namun ini tidak berarti bahwa uang tunai akan hilang dari peredaran. Ketika uang tunai tidak lagi diterima secara umum, ada risiko krisis keuangan yang dapat mengganggu bisnis sehari-hari. Pandemi Covid-19 juga meningkatkan kekhawatiran tentang potensi penularan patogen melalui uang tunai. Berikut analisisnya :
Menakar Dollar AS Apakah Dalam Bahaya? 130 Negara Menuju Mata Uang CBDC? Upaya desain CBDC harus dilihat dengan latar belakang inti dari mandat Bank Sentral untuk menyediakan alat pembayaran yang tangguh dan diterima secara universal. Saya melihat dalam hal ini tidak ada hubungannya dengan dollar. Selama berabad-abad,uang tunai adalah menjadi alat transaksi yang dipercaya oleh masyarakat karena ditetapkan dalam undang-undang masing² negara. Namun seiring dengan perjalanan waktu, dimana teknologi semakin canggih, dan dibarengin dengan serangan pandemi Covid-19 yang terjadi diseluruh dunia, maka pergeseran penggunaan uang tunai semakin nyata.
Namun hal ini bukan berarti uang tunai habis dari peredaran, sehingga uang tunai tidak dibutuhkan lagi. Sehingga kita semua memandang bahwa ekonomi sudah bergeser ke digitalisasi secara keseluruhan. Namun jika uang tunai sudah tidak lagi diterima secara umum, tidak semua orang dapat memiliki akses ke alat pembayaran yang mudah, apalagi Indonesia begitu sangat luas, terkendala dengan wilayah banyak pulau yang belum terpenuhi infrastruktur secara baik. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia namun saya yakin dari semua negara yang ada di Dunia. Apabila itu terjadi maka bisa terjadi krisis keuangan yang parah yang dapat mengganggu bisnis sehari-hari.
Uang tunai apakah masih dibutuhkan? Runtuhnya Wirecard dan hal lain penurunan berikutnya dari beberapa opsi pembayaran elektronik menandakan bahwa pentingnya masalah ini untuk diantisipasi. Ke depan, yang paling mengkhawatiran adalah bahwa jika dalam perekonomian tidak ada uang tunai, maka dapat menimbulkan krisis keuangan sehingga membuat malapetaka bagi semua negara dengan mengarah pada situasi di mana beberapa lembaga keuangan harus membekukan simpanan klien ritel mereka, yang dapat mengganggu kemampuan klien untuk membayar tagihan mereka.
Pandemi Covid-19 menimbulkan kekhawatiran bahwa uang tunai dapat menularkan patogen, membuat beberapa pedagang tidak menerimanya. Pada saat yang sama, CBDC sama sekali tidak boleh menggantikan sektor swasta. Karena salah satu aspek yaitu menyangkut masalah neraca mereka. Rancangan ekonomi CBDC seharusnya tidak mengarah pada realokasi dana besar-besaran dari bank komersial ke Bank Sentral.
Aspek kedua yang kurang dibahas, tetapi mungkin lebih penting adalah dimensi operasional dan efektivitas sistem pembayaran. Sisi pembayaran real-time yang dihadapi pelanggan termasuk kliring, onboarding, penegakan undang-undang dan mengenali nasabah, uji tuntas berkelanjutan, penyelesaian sengketa, dan layanan terkait/satu atap adalah tugas operasional yang sangat besar dan membutuhkan komitmen yang tinggi antar lembaga.Tugas ini sepertinya lebih baik ditangani oleh sektor swasta daripada Bank Sentral.
Pertimbangan ini mengedepankan masalah bagaimana CBDC dapat memenuhi mandat Bank Sentral untuk menyediakan alat pembayaran universal untuk era digital, sementara pada saat yang sama memberikan peran utama sektor swasta dalam sistem pembayaran ritel. Hanya beberapa dari banyak arsitektur CBDC yang diusulkan yang dapat mencapai prestasi ini, yang lain perlu di manage secara komprehensif dan terintegrasi secara gradual tidak bisa sepotong-sepotong. Saya khawatir ini akan menjadi preseden buruk jika masyarakat awam tidak mendapatkan edukasi yang benar terkait masalah system pembayaran digital. Sehingga membuat mereka enggan untuk memiliki uang tunai. Walaupun sejatinya uang digital lebih meningkatkan velocity of money yang mempercepat berputarnya uang, namun jangan sampai masyarakat awam tidak bisa membedakan antara system pembayaran tunai dan digital.
San Diego, 9 Juli 2023Rahma Gafmi Guru Besar Unair
Editor : Redaksi