Kegiatan Bincang Bareng Media pada Selasa (5/9/2023) di Surabaya.
Kilasbisnis.com, Surabaya — Inflasi Jawa Timur pada bulan Agustus 2023 berhasil tetap terkendali dengan persentase sebesar 4,13 persen. Namun, kelompok bahan pangan, terutama harga beras, tetap menjadi perhatian yang perlu diwaspadai. Kenaikan harga beras ini dipicu oleh faktor musiman dan struktural, seperti naiknya harga pupuk petani non-subsidi dan dampak El Nino, serta penurunan lahan padi dan tingkat produktivitas yang rendah. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa inflasi beras di Jawa Timur secara bulanan mencapai 2,13 persen, memberikan kontribusi terbesar dalam inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan Agustus 2023. Kabupaten Sumenep juga mengalami inflasi tertinggi, didorong oleh penyesuaian harga beras oleh pemerintah.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur Doddy Zulverdi menjelaskan meskipun inflasi Jatim pada Agustus 2023 saat ini cukup terkendali tetapi masih ada beberapa komoditas kelompok bahan pangan yang perlu diwaspadai, terutama beras yang harganya masih naik.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur, Doddy Zulverdi
"Kenaikan harga beras dalam beberapa waktu ini juga disebabkan oleh faktor yang bersifat musiman, seperti naiknya harga pupuk petani non-subsidi dan dampak El Nino, serta faktor yang bersifat struktural, seperti lahan padi yang terus menyusut dan tingkat produktivitas yang kalah dengan negara penghasil beras seperti Thailand, India, dan Vietnam," jelas Doddy Zulverdi, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur, dalam acara Bincang Bareng Media pada Selasa (5/9/2023) di Surabaya.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, inflasi beras di Jawa Timur secara month to month (mtm) adalah sebesar 2,13 persen yang memberikan kontribusi sebesar 0,09 persen, yang merupakan kontributor terbesar dalam inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) di bulan Agustus 2023. Bahkan secara year on year (yoy), beras mengalami inflasi sangat tinggi, yaitu sebesar 16,16 persen atau memberikan kontribusi sebesar 0,64 persen terhadap inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK). Sementara secara spasial, Kabupaten Sumenep mengalami inflasi tertinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Provinsi Jawa Timur karena didorong oleh meningkatnya harga beras sejalan dengan penyesuaian HPP dan HET beras oleh pemerintah.
Lebih lanjut, Doddy Zulverdi, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur, menjelaskan bahwa cuaca ekstrim panas akibat fenomena El Nino juga berperan dalam meningkatnya harga beras. Negara-negara yang biasanya menjadi sumber impor beras Indonesia saat ini terpaksa menahan ekspor beras mereka untuk menjaga pasokan di dalam negeri. Hal ini mengakibatkan kenaikan harga beras yang terjadi saat ini.
Doddy menambahkan, "Cuaca ekstrim panas akibat El Nino menyebabkan keterbatasan pasokan beras pada saat seperti ini. Negara-negara yang biasanya menjadi sumber impor beras Indonesia juga menahan ekspor beras untuk memastikan pasokan di negara mereka. Kondisi ini mengakibatkan kenaikan harga beras, dan harapannya adalah agar kenaikan harga ini tidak melonjak lebih tinggi."
Selain itu, Doddy juga menyoroti masalah tingkat produktivitas beras Indonesia yang kalah bersaing dengan negara lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah keterbatasan penggunaan alat-alat produksi pertanian yang lebih modern. Lahan persawahan yang terbatas dan kurang luas menjadi salah satu kendala dalam penerapan alat-alat produksi atau otomasi yang lebih maju. Selain itu, mesin penggilingan atau Rice Milling Unit (RMU) yang masih berkapasitas kecil dan sudah tua juga menghambat proses pasca panen, sehingga menghasilkan beras dengan kualitas yang kurang kompetitif dan harga yang lebih tinggi.
Data dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur menunjukkan bahwa dalam periode Januari hingga Agustus 2023, produksi beras di Jawa Timur mencapai 7,76 juta ton. Pada akhir Agustus, stok beras di Jawa Timur mencapai 4,23 juta ton, sementara kebutuhan beras hanya sebesar 382.978 ton. Hal ini berarti Jawa Timur masih memiliki surplus beras sebesar 3,8 juta ton. Meski demikian, lonjakan harga beras yang terjadi saat musim panen dan ketersediaan beras cukup menunjukkan anomali dalam pasokan.
Meskipun demikian, Doddy tetap optimistis bahwa inflasi di Jawa Timur akan tetap terkendali dan berada dalam kisaran target 3 persen plus minus 1 persen. Namun, ia juga mengingatkan agar tetap waspada terhadap tekanan inflasi pada akhir tahun, terutama dampak El Nino terhadap komoditas pangan dan momen liburan Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
Pihak Pemerintah Daerah diharapkan dapat mengoptimalkan kerja sama antar daerah (KAD), melibatkan Satuan Tugas Pangan untuk mencegah manipulasi harga oleh spekulan, melibatkan Badan Urusan Logistik (Bulog) dalam operasi pasar komoditas beras untuk menjaga stabilitas harga, serta memperkuat Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) agar dapat menjamin ketersediaan pasokan, harga yang terjangkau, distribusi yang lancar, dan komunikasi yang efektif. (Nik)
Editor : Ardhia Putri