Kilasbisnis.com, Surabaya – Upaya menyelaraskan sistem penerimaan mahasiswa baru dengan pendidikan dasar dan menengah kembali mengemuka. Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menjadi tuan rumah Majelis Senat Akademik Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH), Jumat, 20 Juni 2025, di Ballroom Hotel Ciputra Surabaya. Forum ini mempertemukan para pemangku kepentingan pendidikan tinggi untuk membahas harmonisasi sistem seleksi masuk perguruan tinggi dengan kurikulum SMA dan SMK.
Wakil Rektor I Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan Unesa, Prof. Martadi, menegaskan pentingnya sinkronisasi tersebut. “Harapannya, sistem seleksi masuk perguruan tinggi ke depan lebih harmonis dengan sistem pendidikan di SMA dan SMK,” kata Martadi.
Menurut Martadi, perbedaan standar penilaian rapor antar sekolah, banyaknya jalur masuk perguruan tinggi, serta beban berlebih pada peserta didik menjadi persoalan mendasar. “Banyak keluhan soal rapor yang tidak standar. Begitu mahasiswa masuk dan kami telusuri prestasinya, hasilnya tidak signifikan. Ini jelas menjadi pekerjaan rumah,” ujarnya.
Dari sidang majelis ini, dua rekomendasi utama dihasilkan. Pertama, masukan kepada Kementerian Pendidikan Tinggi agar menyederhanakan dan mengharmonisasi seleksi masuk perguruan tinggi. Kedua, usulan kepada Kementerian Pendidikan Dasar terkait model evaluasi dan tes kompetensi siswa agar selaras dengan kebutuhan pendidikan tinggi.
“Harapannya, sistem seleksi masuk PTN ke depan lebih sederhana, adil, objektif, dan tentu saja sinkron dengan pembelajaran di SMA dan SMK,” papar Martadi. Ia menambahkan, rekomendasi ini penting bagi PTNBH yang memiliki otonomi dalam menentukan jalur masuk mahasiswa baru. “Majelis Senat Akademik itu seperti DPR-nya perguruan tinggi. Mereka punya otoritas mengawasi kebijakan akademik di masing-masing kampus,” imbuhnya.
Martadi mencontohkan kebijakan Unesa yang membuka beragam jalur mandiri, termasuk Jalur Golden Ticket bagi mahasiswa berprestasi luar biasa, baik akademik maupun non-akademik. “Ada yang punya pengikut hampir satu juta di media sosial, langsung kami beri Golden Ticket, diterima tanpa tes dan mendapat beasiswa penuh hingga lulus. Tapi harus ada kontribusi, seperti mempromosikan kampus lewat konten positif,” jelasnya.
Selain itu, Unesa juga membuka jalur kerja sama dengan pemerintah daerah seperti Kalimantan Timur, jalur internasional, serta seleksi berdasarkan prestasi olahraga hingga keagamaan. Meski begitu, Martadi mengakui perlunya evaluasi menyeluruh terhadap jalur mandiri. “Tiga jalur nasional tetap ada: prestasi, tes, dan mandiri. Tapi jalur mandiri perlu dievaluasi agar tetap adil dan efektif,” katanya.
Staf Khusus Menteri Bidang Pemerintahan dan Akuntabilitas, Tjitjik Srie Tjahjandarie, menegaskan bahwa kewenangan penerimaan mahasiswa baru berada di masing-masing perguruan tinggi. Namun, Kementerian tetap menekankan prinsip keadilan, akuntabilitas, dan objektivitas dalam seleksi. “Sistem penerimaan mahasiswa baru harus inklusif, menampung berbagai kelompok peserta, tidak hanya untuk mereka yang punya eksklusivitas,” ujar Tjitjik. Ia mengapresiasi inisiatif Majelis Senat Akademik PTNBH yang mengawali kajian ini, dan menyebut hasilnya akan menjadi masukan penting bagi Kementerian.
“Pendidikan itu satu paket. SMA dan SMK tidak bisa dilepaskan dari perguruan tinggi. Kalau tidak sinkron, yang dirugikan adalah siswa dan negara,” pungkas Tjitjik. Ia menegaskan, sinergi dua jenjang pendidikan ini mutlak diperlukan agar kebijakan penerimaan mahasiswa baru benar-benar inklusif dan berpihak pada peserta didik. (*)
Editor : admin