Kilasbisnis.com, Surabaya – Senin pagi, di bulan Juli yang cerah, Universitas Negeri Surabaya (Unesa) meresmikan Sekolah Rakyat—sebuah sekolah menengah atas berbasis boarding school, di mana para siswa tak hanya belajar di kelas, tetapi juga hidup bersama, berbagi ruang dan waktu di asrama kampus. Di sinilah, di Gedung Lab Anti-Doping yang kini disulap menjadi ruang-ruang belajar, mereka akan menulis babak baru dalam hidup mereka.
Rektor Unesa, Nurhasan—dikenal sebagai Cak Hasan—menjadi sosok sentral yang menyulam mimpi ini. Dengan suara lantang namun hangat, ia menegaskan komitmen Unesa untuk mendukung program prioritas pemerintah melalui Kementerian Sosial.
Tak hanya itu, Cak Hasan menawarkan sebuah janji yang menggetarkan hati: beasiswa kuliah di Unesa bagi siapa pun siswa Sekolah Rakyat yang bersungguh-sungguh menuntut ilmu.
Sekolah Rakyat bukan sekadar institusi pendidikan. Ia lahir dari kegelisahan atas ketidaksetaraan, dari keinginan memutus rantai kemiskinan yang selama ini membelenggu banyak keluarga.
“Di sinilah rantai kemiskinan itu bisa diputuskan. Para siswa tidak hanya kita ajak untuk belajar dan sekolah, tetapi juga memastikan mereka bisa berkarier dan berdampak di masa depan,” ujar Bachtiar Syaiful Bachri, Wakil Rektor II Unesa, dengan nada penuh keyakinan.
Setiap siswa melewati serangkaian tes kesehatan—memeriksa tinggi dan berat badan, kesehatan gigi, mata, hingga detail lain yang kerap luput dari perhatian.Tak berhenti di situ, pemetaan bakat dilakukan melalui pemeriksaan DNA talenta dan psikologi.“Kompetensi dasar akademik juga dimapping, mencakup kemampuan dasar bahasa, matematika, dan literasi digital,” jelas Mufarrihul Hazin, Koordinator Unesa untuk Sekolah Rakyat.
Semua dilakukan agar setiap anak benar-benar dikenali, dipahami, dan dibimbing sesuai potensi terbaiknya.
Ada seratus anak pilihan. Mereka akan menjadi murid dari Sekolah Rakyat yang bertempat di Kampus II Lidah Wetan, Surabaya.
Sekolah Rakyat Unesa bukan sekadar ruang kelas dan buku pelajaran; ia adalah laboratorium kehidupan, tempat anak-anak dari latar belakang sederhana mendapat kesempatan yang setara.
Namun, jalan menuju masa depan tak pernah mudah. Syaratnya sederhana, kata Cak Hasan, “belajar, belajar, dan belajar.” Namun, di balik kesederhanaan itu, tersimpan tantangan besar: mampukah mereka, dan kita semua, menjaga bara semangat itu tetap menyala?
Sekolah Rakyat Unesa adalah upaya mulia, namun ia juga mengingatkan kita pada ironi: mengapa akses pendidikan berkualitas masih menjadi kemewahan yang harus diperjuangkan? Semoga langkah Unesa ini menjadi inspirasi bagi banyak institusi lain untuk membuka pintu lebih lebar, hingga tak ada lagi anak bangsa yang terpaksa menunda mimpi hanya karena sekat ekonomi dan sosial. (*)
Editor : Ardhia Putri