Dekan FISIPOL Unesa Soroti Tantangan AI di Dunia Pendidikan

Reporter : Ardhia Putri
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Prof. Dr. Wiwik Sri Utami, M.P., dalam ICHELSS V di Surabaya, Sabtu 25/10. (Sumber Foto : Ardhia tap)

Kilasbisnis.com, Surabaya — Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Prof. Dr. Wiwik Sri Utami, M.P., menyoroti maraknya penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) di lingkungan perguruan tinggi. Ia menilai AI dapat menjadi alat bantu yang efektif dalam pendidikan dan penelitian, namun tetap memiliki batas agar tidak menggeser peran manusia, terutama pendidik. 

“Sekarang perguruan tinggi sudah mulai melegalkan penggunaan AI untuk berbagai kepentingan, baik pendidikan maupun penelitian. Tapi yang perlu dijaga adalah cara berpikir kita agar tetap orisinal,” kata Wiwik di Surabaya, Sabtu (25/10). 

Baca juga: UNESA Gelar Konferensi Internasional ICHELSS 2025, Bahas Transformasi Ilmu Sosial di Era Digital

Menurutnya, kemudahan yang ditawarkan teknologi justru bisa menjadi jebakan jika tidak diimbangi dengan kemampuan berpikir kritis. Menulis dengan bantuan prompt AI memang mudah, tapi kita harus memastikan hasilnya sesuai dengan konteks budaya dan nilai-nilai masyarakat. 

AI Sebagai Alat Bantu, Bukan Pengganti 

Wiwik menegaskan bahwa AI seharusnya diposisikan sebagai *tools* yang membantu proses belajar dan riset, bukan menggantikan peran dosen atau guru. 

“AI bisa menjadi alat bantu, tapi pikiran manusia tetap harus menjadi yang utama. Jangan sampai sosok guru tergantikan oleh teknologi,” tegasnya. 

Ia mengingatkan bahwa pendidikan tidak hanya soal transfer pengetahuan, tetapi juga pembentukan karakter dan nilai kemanusiaan.

Perguruan Tinggi Didorong Adaptif terhadap Teknologi 

Wiwik menilai, perguruan tinggi perlu bersikap adaptif terhadap perkembangan teknologi tanpa kehilangan arah nilai-nilai pendidikan. Menurutnya, kebijakan yang melegalkan penggunaan AI harus diikuti dengan panduan etika dan literasi digital yang kuat di kalangan akademisi dan mahasiswa. 

Baca juga: SBY Ajak Mahasiswa Unesa Jadi Lokomotif Kemajuan Bangsa di Kuliah Umum Magetan

Rektor Unesa, Nur Hasan bersama Sejumlah peserta dan perwakilan perguruan tinggi berfoto bersama seusai pembukaan The 5th International Conference on Humanities, Education, Law, and Social Sciences (ICHELSS V) di Surabaya, Sabtu (25/10). Konferensi yang digelar oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Surabaya (FISIPOL Unesa) ini membahas kolaborasi riset dan tantangan pendidikan tinggi di era kecerdasan buatan (AI).

“AI bisa mempercepat riset dan pembelajaran, tapi kita harus memastikan penggunaannya tetap bertanggung jawab. Perguruan tinggi harus menyiapkan kebijakan yang jelas agar AI digunakan secara bijak,” ujarnya. 

Ia menambahkan, tantangan terbesar bukan pada teknologinya, melainkan pada kesiapan manusia dalam memanfaatkannya. 

Baca juga: Sekolah Budaya Anak Gang Dolly: Inisiatif Unesa dan Komunitas Lokal Ubah Wajah Pendidikan di Surabaya

Menurut Wiwik, fenomena penggunaan AI di dunia pendidikan semakin meluas seiring kebijakan digitalisasi kampus. Banyak perguruan tinggi kini mengintegrasikan AI dalam sistem pembelajaran, administrasi akademik, dan penelitian. 

Namun, Wiwik mengingatkan agar transformasi digital ini tidak mengikis nilai-nilai kemanusiaan dalam pendidikan. 

“AI bisa membantu mempercepat proses belajar, tapi tidak bisa menggantikan empati, intuisi, dan interaksi manusia yang menjadi inti dari pendidikan itu sendiri,” ujarnya. 

Editor : Redaksi

Ekonomi
Berita Populer
Berita Terbaru